/*Page menu*/

Kamis, 27 November 2014

SURAT DARI HUTAN



Interview


Kring…kring...kring...,” tiba-tiba Handphoneku yang murahan itu berbunyi.
Sudah tidak sabar rasanya ingin mengetahui siapa orang yang menghubungiku dengan nomor telepon kode DKI Jakarta itu.
Siang, siapa ya?” sapaku dengan lembut,
Saya Teguh Pak, dari PT. Fajar Silva Swadaya, apakah Bapak punya waktu untuk Interview melaui Handphone sekarang?Sahut pria itu yang terdengar di telingaku.
Namanya Pak Teguh, itulah orang yang meneleponku. Pak Teguh adalah salah seorang ManagerDepartemenPlanning (Perencanaan) di Hutan Tanaman IndustriPT. Fajar Silva Swadaya, orang-orang sering memanggilnya dengan Bos Planning.
Tanpa banyak basabasi akupun langsung menjawab,
Bisa kalipun Pak!Itulah perkataanku dengan logat batak yang tak hilang dalam lidah, sekaligus terlalu senang karena sepertinya aku akan dapat pekerjaan.
“Ha..., Medan-medan!” Gumamnya dengan tertawa.
“He...,” aku balik ketawa dengan malu.
Benar Bapak mendaftar sebagai Staff Planning di perusahaan kami?
Planning  adalah salah satu department atau divisi di Perusahaan Hutan Tanaman Industri yang melakukan kegiatan perencanaan pada semua aspek, baik itu rencana areal, rencana blok, rencana jalan, pemetaan dan lain sebagainya.
“Benar Pak. Utasku senang.
“Apakah Bapak bisa menggunakan Arcgis?
Aku bingung waktu Pak teguh mengatakan Arcgis!
Arcgis! Maksudnya? balasku.
“He...he...program pemetaan Pak, seperti Arcview, he...
Orang ini kenapa tertawa terus? Menghina apa kesurupan! Bisikku dalam hati.
“Ooo...kalau Arcview saya bisa Pak.”
Walaupun sebenarnya aku sama sekali tidak bisa menggunakan arcview karena sudah lupa, tapi tetap kukatakan bisa.
Arcview berapa?
Arc...view...3.3 Pak!jawabku dengan ragu.
Sungguh aku tidak tahu kalau arcview itu banyak sekali, selama ini yang kutahu hanya arcview 3.3, ternyata masih ada banyak arcview lainnya. Aku memang tidak pernah memperhatikan apa yang dikatan Pak Ali,dosen SIG (Sistem Informasi Geografi) waktu kuliah dulu dan bayangkan betapa tertinggalnya kampusku. Ketika pada zaman sekarang orang-orang geografi dan kehutanan sudah memakai program Arcgis untuk pemetaan, kami malah masih menggunakan Arcview yang programnya sudah sangat jauh ketinggalan. Mendengar kata Arcgis saja baru pertama kali waktu itu.
OkePak, apakah Bapak sanggup bekerja di Kalimantan? tanya Pak Teguh kembali.
Aku kembali berfikir, apa yang harus kujawab. Ingin rasanya aku mengatakan tidak, karena fikiranku waktu itu betapa jauhnya Kalimantan, selain itu yang kutahu kalimantan adalah tempatnya para suku dayak yang katanya masih sangat tradisional, pake baju saja belum. Apakah itu yang akan aku tuju? Namun seketika aku teringat dengan orangtuaku yang masih banyak hutang. Aku harus membantu mereka, setidaknya ini adalah langkah awal bagiku untuk bisa membantu mereka lepas dari jeratan hutang yang begitu banyak. Akhirnya dengan pemikiran yang matangakupun menjawab,
Sanggup Pak.
Yakin?“ tanya Pak Teguh agar lebih meyakinkan.
Yakin Pak.”
Oke, kalaubegitu data Bapak saya proses ya?
“IyaPak!Jawabku dengan tegas, agar terdengar lebih semangat.
OK Pak Damar, tidak lama lagi anda akan ditelepon oleh HRD kami, jadi tetap Standby terus dengan Handphone Anda.”
Baik Pak.”
Selamat Siang…
Siang Pak…”
Setelah itu pembicaraan kamipun terhenti. Beberapa saat kemudian seorang HRD kembali meneloponku untuk mencari kejelasan pasti tentangku.Rasanya aku baru saja berbicara dengan orang-orang yang sangat kuhormati. Betapa senangnya hatiku waktu itu, ingin rasanya kupeluk teman-teman satu kosku yang pada waktu itu yang ikut mendengarkan percakapanku dengan Pak Teguh. Entah kenapa aku sangat yakin diterima walaupun prosesnya masih panjang.          
Sebenarnya sudah banyak perusahaan yang kulamar, namun belum satupun yang cocok buatku. Kebanyakan perusahaan yang menerimaku hanya sebagai marketing atau sales, jelas aku tidak mau. Semua itu karena jiwaku bukanlah berdagang dan aku juga tidak suka pekerjaan yang demikian.
Selain itu jenis perusahaan apa yang mau menerima lulusan Sarjana Pendidikan Geogafi sepertiku, kecuali sekolah swasta dan dinas pendidikan. Walaupun background pendidikanku ada hubungannya dengan Geografi, namun tetap saja aku adalah seorang pendidik. Masih banyak lulusan Geografi murni, atau biasa dibilang Geografi Non-pendidikan (Jurusan GIS, Survey, Penginderaan Jauh) di luar sana yang memang diciptakan untuk berkarier di perusahaan kehutanan mauapun perkebunan yang membutuhkan jasa survey dan pemetaan. Sedangkan kami khusus diciptakan untuk bisa mengajar dan mendidik anak bangsa.
Berdasarkan pendidikan yang kutempa selama 4 tahun di Universitas Negeri Medan, seharusnya aku menjadi seorang guru geografi. Namun bayangkan saja gajiku sebagai seorang guru honorer dengan 18 jam seminggu hanya digaji dengan Rp. 300.000 perbulan. Jangankan untuk membantu orangtua, ongkos bensinku saja tidak cukup. Itulah sebabnya aku tetap ingin bekerja di perusahaan.
Aku tahu bahwa mengajar disekolah itu adalah tugas mulia, tapi membantu orangtuaku yang saat ini dalam kesusahan mungkin lebih mulia dibanding menjadi seorang guru di sekolah. Selain itu, menjadi guru juga bukan berarti harus mengajar di sekolah formal, karena kita tahu sendiri bahwa setiap tempat itu adalah sekolah. Semua orang bisa belajar dan mengajar dimanapun. Jika aku ahli dibidang Arcgis, tidak menampik kemungkinan aku akan mengajarkan hal itu pada karyawan-karyawan baru atau bawahanku nantinya,artinya aku akan tetap menjadi seorang guru, yaitu guru Arcgis.

Jalan Tonggos

Dua hari kemudian akupun mengikuti tes Psikotes. Jam 07.00 WIB aku sudah bergerak dari Kosku menuju tempat pelaksanaan Psikotes. Alamatnya adalah Jalan Tonggos Nomer 34, kecamatan Medan Barat. Alamat itu sendiri diberitahu oleh Buk Iten, seorang HRD PT. FSS yang meneleponku setelah Pak Pak Teguh waktu itu. Akupun segera menuju ke alamat tersebut.
Buk Iten mengatakan Tes dimulai Pukul 09.00 WIB. Jalan Tonggos tentunya aku sudah tahu, tapi rumah nomer 34 aku sama sekali tidak pernah melihatnya. Tepat di persimpangan Jalan Tonggos akupun berhenti dan kulanjutkan dengan berjalan kaki untuk mencari alamat tersebut. Matahari masih sangat muda, sangat sehat jika terkena sinarnya, karena waktu itu masih Pukul 08.00 WIB. Aku berjalan terus menurusi setiap rumah-rumah yang ada di jalan Tonggos. Ternyata sedikit agak susah mencari alamat tersebut.
Pada akhirnya kutemukan juga rumah tersebut, nomer 34. Rumahnya terlihat tidak terlalu besar dan mempunyai pagar besi rusak yang sepertinya tidak pernah tertutup. Di depan atap teras rumah terlihat lampu-lampu kecil yang pada malam hari pasti terlihat berwarna-warni dan berkedip-kedip seperti bintang,  di kaca depan rumah terlihat poster-poster wanita-wanita seksi. Sungguh jauh dari yang kubayangkan, karena sebelumnya fikiranku berfirasat bahwa tempat tes Psikotes pasti agak sedikit mewah, ada AC dan mungkin dihiasi dengan poster angka-angka, bahkan mungkin saja poster para ilmuan. Tapi gak apa-apalah, mungkin mereka ingin menguji kekuatan iman sesorang dari godaan-godaan kotor, maklum mereka adalah orang psikologi. Itulah pemikiranku saat itu.
Pintu rumah terbuka begitu saja, akupun mendekati pintu rumah sambil berkata
“ Permisi,sapaku pelan.
Sangat banyak wanita-wanita cantik yang hanya bercelana pendek dan memakai tengtop di dalam rumah tersebut. Kemudian salah seorang wanita yang berada di dalam keluar menuju arahku dan membalas dengan bertanya,
Mau Pijet ya Bang?”
Astaghfirullah,ucapku kaget.
Firasatkujadi tidak enak,
Bu...bu..bukan..., saya mau tes Psikotes Kak, alamatnya nomer 34, benerkan ini alamatnya?” Gumamku gugup.
Semua wanita yang ada di dalam rumah tersebut sejenak terdiam mendengar pertanyaannku, kemudian tiba-tiba mereka tertawa terbahak-bahak,
Ha....ha.....ha....ha.....,tertawaan mereka begitu keras.
 Ini tu nomer 34A Bang, kalau yang Abang maksud itu nomer 34B, tu di depan!Tapi kalau ntar badannya pegel-pegel habis ujian langsung kesini aja, biar dipijitin, mau pijit enak juga bisa, ha....ha....ha...!” Ujar salah seorang diantara mereka.
Kemudian semua kembali menertawakanku. Akupun jadi malu, lansung aku permisi sambil tersenyum-senyum simpul menahan malu yang kurasakan. Tiada kusangka sama sekali tempat yang kusinggahi adalah tempat pijat plus-plus, dan ternyata setelah kulihat disekitar ternyata di daerah itu memang kompleks pelacuran. Aduh, Nasib! Tapi lumayanlah dapat lihat cewek sexi gratis hari ini.

  
Welcome to Borneo

Setelah mengikuti beberapa tes, akhirnya aku lulus dan diterima diperusahaan tersebut.Sayangnya aku tidak bisa masuk ke Departement Planning melainkan masuk di Departement Harvesting. Karena hasil Psikotes menunjukkan bahwa aku lebih pantas masuk di bagian tersebut. Bagiku hal itu tidak masalah, karena apapun di dunia ini adalah ilmu dan tetap bisa kuajarkan pada orang lain nantinya.
Akupun segera mempersiapkan diri untuk berangkat ke tanah yang belum pernah kujamah itu. Kalimantan hanya sering kulihat di TV saja, dan itupun selalu menceritakan tentang kampung pedalamannya yang jauh dari dunia luar. Sedikit takut bercampur senang waktu itu.
Dengan menggunakan Maskapai Lion Air aku dan seorang teman wanitaku yang bernama yeyet berangkat menuju Balikpapan. Ini adalah kali pertama kalinya aku naik pesawat dan untuk pertama juga aku melihat jelas Kalimantan Timur dari angkasa. Sebelum mendarat di Balikpapan, yang pertama kali kulihat dari langit adalah banyaknya hutan-hutan gundul dan terlihat juga beberapa lokasi hutan yang terlihat sudah jadi perkebunan. Kondisi ini jelas terlihat, karena sangat mudah membedakan antara hutan dan perkebunan walau dilihat dari atas. Perkebunan tentunya lebih terlihat tersusun rapi daripada hutan alami.
Pesawatpun akhirnya mendarat di Bandara Sepinggan Balikpapan. Kuambil barang-barangku dan segera keluar dari bandara sambil menunggu jemputan. Perjalanan ke Kalimantan cukup lama, aku sampai di  Balikpapan Pukul 16.00 Wita setelah sebelumnya berangkat jam 10.00 Wib dan transit bebrapa jam di Jakarta.Sudah terbayang dibenakku bahwa yang akan menjemput kami adalah supir perushaan dengan sebuah mobil Strada Triton yang bertuliskan “ PT. Fajar Silva Swadaya” , betapa semangatnya aku menunggu jemputan tersebut, rasanya aku seperti orang paling penting sedunia.
Hatiku rasanya sangat senang, semangat menggelora didadaku. Betapa tidak, yang terbayang olehku adalah bekerja dengan gaji yang cukup lumayan dibanding gaji temen-temanku yang jadi guru honorer di Kota Medan. Selain itu, aku bekerja di tempat yang jauh dimana orang-orang belum tentu bisa ke sini. Selain bekerja tentunya ini adalah sebagai pengalaman berharga dalam hidupku dan sebuah bahan ceritaku pada keluarga maupun temen-temenku nanti. Dadaku rasanya berdetak kencang karena sudah tidak sabar menunggu jemputan dan sudah tidak sabar untuk bekerja, walaupun aku belum tahu apa yang akan kukerjakan nanti sebagai seorang staff di Harvesting.
Tidak berselang berapa lama, utusan perusahaanpun menelpon kami, akhirnya jemputanpun datang. Sayangnya lain dari bayanganku sebelumnya yang akan dijemput oleh seorang sopir dengan Mobil Strada Triton dengan merek ‘ PT. Fajar Silva Swadaya”, ternyata kami dijemput dengan mobil Avanza biasa yang tidak ada unsur-unsur perusahaan pada mobil tersebut.
Aku langsung naik ke Mobil dengan duduk di depan atau di dekat sopir, sedangkan kak Yeyet duduk di belakang kami.. Dalam perjalanan menuju lokasi ternyata kulihat Balikpapan adalah kota yang bersih. Tidak pernah ada kota sebersih itu selama beberapa kota yang sudah pernah kulihat sebelumnya. Tata kota yang begitu rapi, tempat sampah yang teratur dan tidak ada kemacetan.

 

 Ini adalah Foto Saya waktu menyeberangi Sungai Mahakam.




Nasehat Mama

Setelah kembali melanjutkan perjalanan darat selama dua jam, akhirnya kamipun sampai di lokasi. Inilah Lokasi camp PT. Fajar Silva Swadaya. Lari lagi dari bayanganku. Selama ini yang kutahu camp terbuat dari kain-kain yang dibentuk menjadi sebuah tenda, namun ternyata camp disini terbuat dari kayu yang akhirnya membentuk sebuah rumah panjang yang terbagi menjadi kamar-kamar. Orang-orang disini juga biasa menyebutnya dengan Mess. Seperti sebuah perkampungan yang ada di tengah hutan, itulah kondisinya.
Dimana-mana ada lampu, orang-orang sangat ramai dimana-mana. Rumah-rumah tersebut terbagi menjadi beberapa blok  yang panjang, setiap bloknya berdiri 10 kamar. Memang hal ini tidak tebayangkan olehku sebelumnya. Kamar tersebut masing-masing disisi oleh 4 orang. Aku sama sekali tidak menyangka akan ada camp yang sudah berdiri seperti perkampungan ada di sini. Sedangkan di jalan tadi sama sekali tidak ada apa-apa kecuali pepohonan dan hutan-hutan perawan.
Tidak ada signal disini, jika ingin menelepon biasanya harus ke kantor, karena di kantor tempatnya agak sedikit tinggi dan juga tersedia repiter yang bisa memancing signal, itupun harus menggunakan kartu Indosat. Lokasi ini juga adalah salah satu daerah Endemik Malaria terganas di Indonesia. Menurut ilmu kedokteran, Malaria tergolong penyakit yang mematikan, penyakit ini disebabkan oleh nyamuk dan kondisi cuaca yang tidak menentu. Orang yang memiliki kondisi fisik yang lemah akan mudah terserang penyakit ini. Sebagian besar karyawan disini mengidap penyakit tersebut, bahkan ada yang sampai maninggal dunia. Memang sama-sama kita ketahui bahwa Kalimantan dan Papua adalah sarang malaria terbesar di Indonesia. Sungguh tantangan yang berat untuk bekerja disini.
Sebelum masuk ke kamar masing-masing, kamipun disuruh makan malam dulu di kantin milik perusahaan. Mau makan berapa banyak terserah saja, asal tidak malu. Kantin tersebut juga disediakan TV untuk para karyawan yang ingin menonton TV sambil menikmati enaknya makanan. Banyak sekali karyawan yang makan, akupun terasa jadi orang asing pada malam itu, semua orang memandangiku, aku agak jadi malu. Aku ambil nasi dengan dua potong ayam di piringku, sontak semua orang melihatku, tapi aku tidak perduli, karena yang kutahu adalah lapar.
Tidak lama kemudian datang beberapa orang mendekatiku, dan membisikkan sesuatu, “MasCewek itu siapa namanya?”, ujar salah seorang diantara mereka sambil menunjuk ke sampingku. 
Ternyata dari tadi  mereka memandangi kak yeyet yang berada di dekatku, bukan melihatku. Uniknya lagi bukannya lebih dahulu kenalan dan menanyakan namaku, tapi malah minta kenalan ama kak Yeyet. Emang orang-orang hutan, jarang lihat cewek. Setelah kuberitahu nama Kak Yeyet pada mereka, akupun pindah dari tempat dudukku ke tempat lain. Males, ntar makin banyak yang nanya.
Setelah makan selesai akupun didatangi oleh seorang wanita,
Damar, ya?” wanita itu bertanya kepadaku.
Iya Buk,sahutku.
“Saya Iten, ntar kamu masuk ke kamar nomer 13 ya!”
“Iya buk!”Balasku.
Ternyata dia adalah buk Iten yang selama ini sering menghubungiku baik melalui Handphone maupun E-mail. Dugaanku kembali tidak tidak tepat, ternyata buk Iten masih muda, bahkan belum berumah tangga.
Seseorangpun mengantarku ke kamar yang kata mereka pria itu adalah staff General Service (GS). General service adalah departement yang mengurus semua kelengkapan umum dan kenyamanan karyawan dalam bekerja. Dalam kata lain, dia menjadi Ibu rumah tangga di perusahaan, yang mengatur makanan, cuci pakaian, kamar, bahkan transportasi juga adalah tanggung jawab seorang General Service.
Ketika dalam perjalanan menuju kamar, staff GS tersebut membisikkanku  sesuatu, “ mas, kasihan ya dapet kamar 13, kamar itu banyak hantunya, tahu sendiri angka 13 itu angka sial,aku heran dia berkata seperti itu. Aku cuma diam tidak berkomentar apapun. Aku capek, ditambah lagi dengan sedikit rasa pusing di kepalaku karena terlalu lama dalam perjalanan. Kalaupun itu benar ada hantunya, yang kupikirkan adalah teganya orang-orang ini memasukkanku ke kamar tersebut, jauh-jauh dari Medan ternyata sampai disini cuma melihat hantu, memang hantu itu orang.
Sesampai di kamar tersebut, ternyata semuanya berbeda dari yang dikatakan staff GS tersebut. Ada dua orang di dalam kamar ini, namanya Edi dan Makin. Setelah berkenalan ternyata mereka orangnya humoris. Kamarnya juga bagus kok, tidak ada hawa menyeramkan di dalamnya. Lemari saja sudah tersedia di kamar tersebut, kasur juga sudah terhampar rapi. Memang staff GS tersebut yang hantu, masak karyawan baru kok ditakut-takutin!
Walapun kondisi Mes begitu indah, sayangnya tidak demikian dengan hatiku. Hati ini masih tetap seperti tadi sore. Kesepian dan kerinduan meracuni fikiranku, membuatku tidak betah di mes yang mewah ini. Untungnya hati yang sedih tidak membuatku bermalas-malasan,aku tetap bisa merapikan barang-barangku di lemari.
Malam belum terlalu larut setelah aku merapikan baju dan seisi tas. Aku segera ke kantor untuk menelepon orangtuaku dan kekasih pujaan hatiku yang tentunya juga ingin tahu kabarku sebenarnya. Kartuku yang telkomsel kuganti dengan Indosat, namun sayangnya pada waktu itu orangtuaku belum punya kartu Indosat, hingga akhirnya aku harus terlebih dahulu menelepon Uni Vita yang masih merupakan saudaraku untuk nantinya memanggilkan Ibuku.
Saat sampai di kantor, aku langsung meneleponya,
Hallo,” sahut Vita pertama kali.
Hallo, ini saya Damar Uni, bisa tolong panggilkan Mama? Aku Cuma bisa pake Indosat disini, sedangkan mama tidak punya Indosat, Uni adalah bahasa minang yang artinya Kakak.
Oo....Damar...Alhamdulillah...., kamu sudah sampai berarti di Kalimantan! Gimana rasanya naik Pesawat?” sahutnya kembali.
Sontak hal itu membuatku tertawa sejenak hehehe…, ternyata pertanyaan pertama yang keluar dari bibirnya adalah bagaimana rasanya naik pesawat, bukan menanyakan kabarku. Itulah orang-orang di kampungku, naik pesawat masih sangat langka bagi mereka, kecuali orang yang sudah naik Haji, tapi aku menyadari itu, semoga saja semua orang di kampungku nanti bisa kuajak naik pesawat.
Enak Ni, kumpul uang dong, biar ntar ke Kalimantan bareng aku naik pesawat, O ya, tolong panggilkan Mama ni!” Akupun minta tolong untuk panggilkan Mama.
“Ok, sebentar ya, Uni Vita segera memanggilkan mamaku,karena jarak rumahku dengan rumah uni Vita tidak terlalu jauh.
Tidak berselang berapa lama Mamapun terdengar mengatakan,
Hallo....”
Sedih bercampur senang terasa di hatiku mendengar suara Mama. Dia yang selalu tegar menghadapi masalah kehidupan yang begitu rumit. Tidak sekalipun dia gentar dan kalah dengan semua yang dihadapinya, padahal aku yakin seorang ahli ekonomi manapun tidak akan bisa memberi jalan keluar atas semua permasalahan ekonomi kami, tapi mamaku tetap bisa bertahan. Bagiku dia adalah ahli ekonomi paling handal di Indonesia,
“ Hallo...., ini aku DamarMa..., aku sudah sampai di Lokasi!Itulah perkataanku dengan sedikit rasa sedih di hati.
“ Alhamdulillah...., kamu sehat-sehat, Nak?” sahut mamaku dengan sedikit tersedu-sedu, dia menangis. Akupun tak tahan mendengar kesedihan mamaku, hingga akhirnya matakupun berkaca-kaca.
“ Sehat Ma..., MaMa tenang aja, aku baik-baik kok disini, jawabku.
Bagus lah nak, maafkan aku tidak bisa membahagiakanmu seperti teman-temanmu yang lainnya, seharusnya kamu tidak akan jauh kesna,” Mama terdengar menangis,“Jika saja aku masih bisa membiayaimu di medan untuk mencari kerja”, tambah Mama lagi.
Aku sudah bahagia kok Ma!Buktinya aku senang-senang saja”, aku menyembunyikan kesedihanku.
Jangan kamu sembunyikan kesedihanmu padaku, aku adalah orang yang telah melahirkan dan membesarkanmu, akan selalu terasa di hatiku jika air matamu mengalir.
Aku bingung menjawab apa waktu itu,
Gak apa-apa Ma..., aku sedih karena senang kok! InsyaAllah ini adalah jalanku untuk menjadi orang lebih baik lagi, sahutku dengan sedikit tangisan.
Mamapun menasehatiku cukup panjang,
Amin...aku akan selalu mendo’akanmu anakku, karena tidak ada lagi yang akan aku dan papamu berikan padamu, tiada sedikitpun harta yang akan bisa kami tinggalkan untukmu, hanya rumah peninggalan kakekmu inilah yang tersisa jika harta yang kamu cari, jadikanlah Ijazah yang telah kamu dapat menjadi harta besar yang kamu miliki, hanya itu yang bisa kami berikan kepadamu,” itulah perkataan mamaku yang telah bersusah payah mengkuliahkanku.
Iya Ma....aku akan menjaga amanah mama, semoga kita semua bisa keluar dari belitan hutang yang sudah lama menghantui kehidupan, jawabku kembali.
Mama kembali melanjutkan nasehatnya,Ketahuilah nak, yang paling menyedihkan bagiku adalah ketika kamu harus pergi jauh ke pedalaman kalimantan dengan meninggalkan kebahagiaan masa mudamu, meninggalkan keluarga, meninggalkan kenangan indah dengan teman-temanmu dan harus menantang setan malaria yang akan selalu mengintaimu hanya karena ingin membayar hutangku. Jika itu memang  itu niatmu, maka Allah akan selalu bersamamu, karena ridhoku adalah ridho Allah, di telapak kakiku ada surga yang akan kamu gapai nantinya.
Akupun mengungkapkan keberanianku pada Mama dengan membalas nasehatnya, Jangankan ke Kalimantan Ma, ke pedalaman Afrika sekalipun akan kurelakan hidupku asal mama dan papa bahagia, inilah aku, anak laki-lakimu yang akan berjanji memperbaiki kehidupan kita, agar kalian menikmati hidup tanpa hutang yang selalu menjadi momok menakutkan setiap bangun tidur. Aku terdidik sebagai seorang anak Tentara, pantang bagiku mundur sebelum misiku selesai.       
Percakapan kamipun akhirnya selesai, mamapun mengakhiri telepon dengan mengucapkan salam kepadaku dan akupun membalasnya. Percakapan kami barusan kembali membangkitkan semangatku, kesedihanku rasanya berakhir, jiwaku kembali bangkit, apapun yang terjadi disini akan kuhadapi dengan senang hati demi orangtuaku.
Setelah usai menelepon, akupun berbincang pada satpam yang saat itu ada di sekitar kantor. Saat itu banyak pepohonan yang ketinggiannya sama dan tersusun rapi, akupun bertanya,
Pak, pohon-pohon yang di sekitar kantor ini pohon apa ya? Dalam perjalanan tadi aku juga melihat hal yang sama!” Gumamku.
“Ini, ya Acasia Mas, perusahaan inikan HTI, Acasia adalah salah satu jenis tanamannya.”
Mulai dari situlah aku tahu apa itu HTI. Melalui seorang Satpam semua itu sedikit jelas bagiku, walau belum tahu secara keseluruhan. Aku yakin satpam itu pasti heran, kok karyawan HTI tidak tahu pohon apa yang ditanam perusahaannya hehehe…



 Bersambung...